Pessel,Lidikkasus.com – Gugatan legal standing Aliansi Jurnalis Peduli Lingkungan Hidup (AJPLH) terhadap PT Incasi Raya Group di Pengadilan Negeri Painan, memasuki agenda pemeriksaan setempat atau sidang lapangan terkait objek yang disengketakan di Muaro Sakai Inderapura, Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.
Diketahui, gugatan Organisasi Lingkungan Hidup AJPLH adalah terkait alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan penanaman sawit di daerah sepadan sungai yang diduga dilakukan oleh PT Incasi Raya Group. Dilakukannya pemeriksaan setempat adalah untuk memastikan dan memperjelas fakta-fakta di lapangan sesuai apa yang didalilkan dalam gugatan .
Ketua Umum AJPLH, Soni mengatakan, dalam pemeriksaan setempat ditemukan patok Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pesisir Selatan di kawasan hutan produksi konversi (HPK) dan hutan lindung (HL) yang dikuasai oleh PT Incasi Raya.
“Ini jelas melanggar aturan. Bagaimana mungkin patok BPN berada di kawasan HPK dan HL yang saat ini sudah ditanami sawit oleh PT Incasi Raya. Kami menduga pihak BPN sengaja tidak hadir pada agenda ini. Sebab, sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Padahal dalam release panggilan sidang lapangan pihak pengadilan sudah meminta pihak BPN untuk hadir agar saat sidang lapangan jelas dan terang semuanya,” ujar Soni saat menggelar sidang pemeriksaan setempat bersama sejumlah hakim PN Painan dan pihak tergugat, Jumat (27/10/2023).
Selain itu, kata Soni, pihak tergugat belum bisa memberikan jawaban yang rasional terkait gugatan yang diajukan oleh AJPLH. Menurutnya, PT Incasi Raya melalui kuasa hukumnya terkesan ngawur karena tidak dapat memberikan alasan hukum sesuai peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku apa yang terjadi dilapangan, mereka hanya menyebutkan bahwa patok BPN adalah sebagai batas dari lahan mereka.
“PT Incasi Raya melalui kuasa hukumnya tidak memberikan bukti berupa surat atau dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) terkait alih fungsi hutan dan penanaman sawit di sepadan sungai. Padahal Amdal adalah kajian mengenai dasar pelaku usaha dalam melakukan usahanya dan sangat penting ketika suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup,” katanya.
Menurutnya, dasar hukum Amdal di Indonesia yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sementara pada Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan.
“Amdal adalah kajian yang mencari dampak positif dan negatif dari suatu kegiatan yang akan dilakukan. Dalam Amdal, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dampaknya, yakni aspek fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat,” ucapnya lagi.
Tak hanya itu, pada pembuktian sidang sebelumnya PT Incasi Raya juga tidak bisa menunjukkan dokumen hak guna usaha (HGU) yang merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu tertentu, seperti tertuang dalam UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
“Kami menilai PT Incasi Raya ini adalah perusahaan yang tidak ramah lingkungan karena telah mengalih fungsikan kawasan hutan menjadi perkebunan tanpa mengurus izin dari awal serta penanaman sawit disepadan sungai. Apalagi dampak kegiatan yang dilakukan mengakibatkan air tanah dan air sungai disekitar menjadi rusak. Terkait hal ini, kami dari AJPLH juga sudah menyiapkan gugatan baru terhadap PT Incasi Raya di daerah Lunang Silaut,” tuturnya.
Intinya bukan saja PT.Incasi Raya yang di pesisir selatan, namun pelaku usaha dimanapun keberadaanya yang dalam melakukan usahanya diduga berdampak terhadap lingkungan kami dari Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup dan awak media akan melakukan kontrol sosial sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Team Redaksi)