Lidikkasus.com,,Medan – Banyaknya kasus pelanggaran hukum yang terjadi di negara indonesia khususnya di masyarakat baik kasus pidana ringan maupun berat pada prakteknya terdapat beberapa kasus pidana yang diselesaikan secara damai.
Berdasarkan Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dimana penegakan hukum hanya bertumpu pada negara sebagai pemberi keadilan, sehingga sedikit peran masyarakat dalam penyelesaiaan perkara pidana.
Hukum positif yang ada di indonesia (KUHAP dan KUHP) seharusnya perkara pidana tidak dapat di selesaikan melalui perdamaian tapi pada prakteknya terdapat beberapa perkara pidana di selesaikan secara damai malah saat kasus tersebut sudah P21 dan sampai di pengadilan.
Dalam perkara pidana, perdamaian tidaklah menghapus dari pada perbuatan pidana sebab perdamaian hanya sebatas memberikan keringanan ancaman pidana yang akan dijatuhkan oleh hakim.
Seharusnya perkara pidana sejauh mungkin di tempatkan sebagai sarana terakhir dalam rangkaian sarana penanggulangan kejahatan setelah berbagai sarana lainya dipandang tidak memadai, tetapi penggunaan acara yang demikian harus dibatasi sebatas perkara-perkara tertentu yang mana sarana pidananya telah dapat di pulihkan kerugian materiil dan immateriil yang di akibatkan oleh terjadinya tindak pidana melalui pertanggungjawaban langsung dari pelaku tindak pidana atau keluarganya.
Karena adanya metode yang beranggapan hukum pidana adalah hukum publik yang mana pelanggaran terhadap hukum pidana harus di selesaikan oleh aparat penegak hukum sehingga tidak di perkenankan untuk di selesaikan oleh kedua belah pihak saja antara pihak korban dan pelaku akan tetapi harus melibatkan aparat penegak hukum polisi, jaksa dan hakim.
Sebenarnya para penganut metode berpikir yuridis formal memandang bahwa hukum sama dengan undang-undang sehingga menolak keberadaan lembaga perdamaian dalam hukum pidana, karena menurut metode ini seluruh kasus pidana harus diajukan ke sidang pengadilan tanpa kecuali.
Jadi perdamaian dalam hukum pidana dapat di artikan penyelesaiaan kasus kejahatan antara dua pihak berperkara yang di lakukan di luar acara peradilan.sebab lembaga perdamaian secara yuridis formal memang tidak diakui dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana sehingga acapkali dalam prateknya dipandang ilegal karena tidak mempunyai landasan dalam hukum pidana positif.
Jadi intinya dalam perkara pidana apalagi dalam kasus pemalsuan surat (pasal 263-276) harusnya tidak adanya perdamaian dan bila ternyata adanya di temukanya perdamaian dalam kasus perkara ini harusnya tidak menghentikan ancaman pidananya kepada pelaku kejahatan tersebut baik yang membuat atau yang mengunakanya.
Penulis: Soni,SH